PERKEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA
1. Sejarah Perkembangan Koperasi Unit Desa.
Banyak sekali jenis-jenis koperasi yang kita ketahui salah satunya adalah koperasi unit desa atau lebih kita kenal dengan KUD. Koperasi unit desa (KUD) mempunyai sejarah yang panjang dan saling berkaitan. Koperasi sudah ada sejak kolonial Belanda. Pada tahun 50an muncul jenis-jenis koperasi pertanian, seperti koperasi pertanian (koperta), koperasi desa, koperasi kopra, dan koperasi karet. Selanjutnya, pada tahun 70an koperasi-koperasi itu disatukan dalam KUD.
Berdasarkan Inpres No 4/1973, KUD adalah koperasi pertanian. Kemudian pada 1978, dengan Inpres No 2/1978, diubah menjadi koperasi pedesaan. KUD adalah satu-satunya koperasi di pedesaan. Inpres No 4/1984 mengukuhkan kembali KUD sebagai organisasi koperasi tunggal (kecuali ada izin dari menteri). KUD dikembangkan akibat kegagalan Bimas Gotong Royong untuk melibatkan petani secara efektif dalam program peningkatan produksi beras. Di wilayah unit desa, satu kesatuan sawah dengan irigasi teknis yang meliputi areal 600-1.000 ha, dibentuk KUD yang berfungsi sebagai sarana penopang wilayah unit desa bersama BRI unit desa dengan menyalurkan sarana produksi, yang nantinya akan dikembangkan sebagai penyalur kredit, pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain.
Pada 1998, melalui Inpres No. 18/1998, pemerintah mencabut Inpres No. 4/1984 yang menghapus legitimasi KUD sebagai organisasi koperasi tunggal di tingkat pedesaan dan dengan demikian berfungsi sebagai palu godam yang meruntuhkan banyak KUD. Banyak KUD yang tidak sukses melaksanakan pengadaan pangan kemudian ditambah dengan penghapusan subsidi pupuk. Banyak KUD yang juga gagal melaksanakan penyaluran pupuk. Pengadaan pangan dan penyaluran pupuk tersebut kemudian diambil alih oleh Bulog, LSM, dan swasta. Setelah itu, keluar kebijakan pemerintah yang meliberalisasikan koperasi. Dengan bebas masyarakat mendirikan koperasi dengan hanya izin dari dinas koperasi tingkat kabupaten dan mendapatkan insentif kredit lunak. Hasilnya, banyak koperasi yang tumbuh hanya karena akan mendapat fasilitas pemerintah, tanpa kegiatan alias koperasi papan nama.
Akhir-akhir ini pemerintah mengembangkan berbagai program yang tidak lagi menggunakan KUD, tetapi membentuk kelompok masyarakat penerima bantuan/program seperti kelompok tani, gapoktan (gabungan kelompok tani), dan LKMA (lembaga keuangan mikro agribisnis). Harapannya, gapoktan tersebut akan berkembang menjadi koperasi. Kenyataannya belum seperti yang diharapkan. Kelompok tani yang dibentuk sebagai akibat adanya program pemerintah biasanya tidak permanen. Begitu program selesai kelompok tani tersebut berakhir. Dan bila ada program pemerintah dari departemen yang berbeda, biasanya dibentuk kelompok tani baru. Keadaan ini berlangsung terus, sehingga tidak berkembang kelompok tani menjadi koperasi. Departemen Dalam Negeri mengembangkan lembaga ekonomi di pedesaan berupa BUMD (badan usaha milik desa), namun perkembangannya belum bisa melembaga secara nasional (gunadarma, 2009).
2. Konsep Pengembangan Koperasi.
Menurut Mutis (1999) pimpinan koperasi perlu menata derap langkah kerja yang efisien dan rasional, serta memicu disiplin yang baik sehingga dapat memacu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Menurut Book (1994) pengembangan koperasi yang sehat menuntut adanya persamaan hak antar sesama anggota, yang dinyatakan dengan manajemen demokratis, pada saat kita bicara tentang pembagian kekuasaan. Anggota harus memiliki hak yang sama dalam peran sertanya pada koperasi dan dalam ikut mengambil keputusan mengenai penggunaan sumber daya koperasi.
Syarat utama agar koperasi dapat bekerja dengan efisien adalah apabila pengelolan atau manajemen usaha koperasi yang bersangkutan juga terlaksana dengan baik, yang didasarkan falsafah dari, oleh, dan untuk anggota. Dengan demikian efisiensi suatu usaha koperasi ditentukan oleh pengelolaan usaha dan partisipasi anggota yang ditunjang oleh profesionalisme pengelolanya (Kusumah 1987).
Prasyarat pesatnya perkembangan organisasi koperasi menurut Mutis (1999) adalah pertama, koperasi harus meluaskan wawasan dalam manajemen dan organisasinya. Kedua, koperasi harus diorganisir dengan baik dan dikelola secara profesional. Ketiga, mempertahankan standar integritas koperasi yang tinggi. Keempat, penataan orientasi dan kontribusi pelayanan kepada anggota dan masyarakat secara tepat. Tanpa terpenuhinya prasyarat tersebut, tampaknya sulit bagi koperasi untuk tumbuh berkembang bersaing dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya.
Perkembangan koperasi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan baik lingkungan internal maupun eksternal organisasi. Faktor lingkungan internal koperasi adalah sarana dan sumber daya yang ada dalam koperasi yang secara langsung mempengaruhi kemajuan koperasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor di luar koperasi yang berpengaruh terhadap arah dan tindakan koperasi yang pada akhirnya mempengaruhi struktur organisasi dan proses internal koperasi (malawat, 2008).
3. Dimensi Koperasi Unit Desa
3.1. Koperasi Unit Desa sebagai proses
Memperhatikan pembangunan dan pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai suatu proses yang sudah mulai sejak Pelita I, terasa ada kemajuan. Dari tidak ada menjadi ada, dimana sebagai idea dilahirkan pada Pelita II. Pada Pelita III menunjukkan adanya kemajuan baik sebagai lembaga maupun usaha. Pada periode memasuki Pelita IV, sebagai lembaga tetap menunjukkan adanya kemajuan seperti meningkatnya jumlah organisasi, meningkatnya jumlah anggota, makin baiknya adminsitrasi dan tambahnya kader. Tetapi dilihat dari sudut usaha ternyata mengalami sedikit kemunduran volume usaha yang berkurang dan juga keadaan usaha yang sedikit lesu. Hal ini tidak lepas dari keadaan perekonomian di Indonesia sebagai suatu kesatuan, satu keseluruhan yang utuh.
3.2. Koperasi sebagai suatu metode
Didalam melihat dimensi metoda, salah satu yang dipergunakan adalah melihat pembangunan koperasi sebagai suatu program. Kumpulan berbagai program sebagai satu pencerminan pelaksanaan perencanaan dari metoda pembangunan yang terpadu, dapat menopang kehadiran koperasi dalam suatu system perekonomian yang berjalan. Program sebagai metoda dapat memberikan dukungan untuk pencapaian suatu sasaran secara sitematis. Pada setiap saat dapat dilakukan tindakan-tindakan korektif bila dalam suatu alur telah menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Dimensi program sebagai bagian dari perencanaan, untuk masa depan yang sangat perlu memperoleh perhatian adalah proses terjadinya perencanaan tersebut.
Dalam pembinaan, pemerintah yang terdiri dari berbagai instansi yang terkait diharapkan menciptakan suatu iklim yang mampu menunjang rencana dari koperasi secara individual untuk mampu berkembang sejalan dengan kehendak dari anggota dan lingkungannya. Kalau hal ini telah benar-benar terlaksana, masa depan KUD akan cerah. Rencana KUD bukan pihak luar yang membuat, tetapi dari KUD sendiri. Sebab KUD sendiri yang mengerti dan memahami apa yang dibutuhkan untuk kemajuan dan masa depannya.
3.3. Koperasi sebagai gerakan
Dimensi koperasi sebagai gerakan, adalah perwujudan dari idea dasar koperasi sebagai kumpulan manusia yang ingin memperbaiki kedudukan social ekonominya melalui kegiatan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dilakukan merupakan usaha pemenuhan kebutuhan dari yang menyatukan diri dalam bentuk koperasi tersebut. Dalam sejarah pertumbuhan koperasi yang diawali dengan bentuk pembentukan toko sebagai tempat berusaha berubah menjadi toko sebagai tempat memperjuangkan nasib.
3.4. Koperasi sebagai organisasi
Di depan telah disinggung dimensi koperasi sebagai lembaga yaitu sebagai organisasi manusia, sebagai kumpulan manusia yang ingin memperbaiki kehidupannya. Masa depan koperasi sebagai organisasi, dapat juga dilihat trendnya atas dasar peragaan (performance) Koperasi Unit Desa di waktu-waktu yang lalu.
Beberapa tolok ukur yang dipergunakan untuk melihat perkembangan koperasi sebagai organisasi adalah: jumlah KUD, jumlah anggota dan juga perbaikan manajemen yang tercermin dari peningkatan kualitas Koperasi Unit Desa yang ada di Indonesia. Ini tercermin pada jumlah KUD yang kualifikasi klasnya selalu ada kenaikan dari tahun ke tahun dapat pula memberikan gambaran selain semakin banyaknya KUD yang mampu menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan) di mana pematangan demokrasi pada koperasi akan tercermin.
4. Perumusan Manfaat Strategi Pengembangan Koperasi Unit Desa
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumberdaya (Chandler 1962 diacu dalam Rangkuti 2000). Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi elternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan (David 2004). Manfaat strategis adalah agar para manager di semua tingkat dalam suatu perusahaan berinteraksi dalam perencanaan dan implementasi, sehingga konsekuensi keperilakuan dari manajemen strategi serupa dengan konsekuensi keperilakuan dari pengambilan keputusan partisipasif.
5. Analisis Rasio Keuangan KUD
Menurut Sawir (2005) analisis rasio keuangan adalah untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Analisis rasio keuangan yang menghubungkan unsur-unsur necara dan perhitungan rugi laba satu dengan lainnya, dapat memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan dan penilaian posisinya pada saat ini. Angka-angka rasio keuangan yang diperoleh dapat dianalisis dengan memperbandingkan angka rasio tersebut dengan (Munawir, 2002) :
(1) Standard ratio atau rasio rata-rata dari seluruh industri semacam dimana perusahaan yang data keuangannya sedang dianalisis menjadi anggotanya. Standar rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar rasio yang dikeluarkan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
(2) Rasio yang telah ditentukan dalam budget perusahaan yang bersangkutan.
(3) Rasio-rasio yang semacam di waktu-waktu yang lalu (ratio histories) dari perusahaan yang bersangkutan.
(4) Rasio keuangan dari perusahaan lain yang sejenis yang merupakan pesaing perusahaan yang dinilai cukup baik atau berhasil dalam usahanya.
Analisis rasio yang digunakan terdiri atas empat kelompok rasio, yaitu rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan aktivitas usaha (Munawir 2002). Dalam penelitian ini analisis rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas.
5.1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya dalam jangka pendek. Analisis rasio ini digunakan untuk menganalisis dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek, serta membantu manajemen untuk mengecek efisiensi modal kerja yang digunakan dalam perusahaan. Standar rasio yang digunakan adalah standar Departemen Koperasi dan UKM yaitu untuk rasio lancar minimum sebesar 200%, rasio cepat minimum 100%, dan rasio posisi kas adalah 40% (Anonim 2005).
Perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran atau pun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancar. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio lancar dan rasio cepat.
5.2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban keuangannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Munawir 2002). Suatu perusahaan dikatakan solvabel apabila perusahaan mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutangnya. Sebaliknya apabila jumlah aktiva lebih kecil daripada jumlah hutangnya, maka perusahaan tersebut dalam keadaan insolvabel. Menurut standar Departemen Koperasi dan UKM untuk rasio ini adalah 50% (Anonim 2005). Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio modal sendiri dengan total aktiva dan rasio total hutang dengan total aktiva.
5.3. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Munawir 2002). Rentabilitas suatu perusahaam diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif. Dengan demikian rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. Standar Kementrian Koperasi dan UKM untuk rasio ini adalah sebesar minimal 15% untuk ROE, untuk gross margin ratio adalah meningkat, dan untuk ROI nilainya harus meningkat setiap tahunnya (Anonim 2005). Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah ROE dan ROI.
Perkembangan koperasi di Sumatera Utara mengalami fluktuasi selama 10 tahun terakhir. Salah satu indikatornya ialah jumlah koperasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, ketika krisis ekonomi (1997), jumlah koperasi di Sumut baru mencapai 3191 unit. Angka tersebut terus meningkat sehingga 8103 unit (2006). Pada saat jumlah usaha menurun, namun jumlah koperasi di Sumatera Utara semakin meningkat.
Sayangnya, tumbuhnya jumlah koperasi di Sumut tidak diikuti dengan pertumbuhan jumlah anggota yang lebih tinggi. Malah, apabila dibandingkan dengan tahun 1997, jumlah rata-rata anggota koperasi di Sumut mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 1997, rata-rata jumlah anggota pada setiap koperasi mencapai 372 orang, kemudian menurun hingga 61,1% yakni menjadi 127 orang per koperasi pada tahun 2005.
Hal yang serius sehingga memerlukan langkah-langkah penyelamatan adalah perkembangan Koperasi Unit Desa di Sumut yang cukup memprihatinkan. KUD diharapkan sebagai lembaga yang dapat membantu perkembangan perekonomian di pedesaan, ternyata masih belum mampu berbuat banyak. Walaupun dari segi jumlah, KUD mengalami pertumbuhan pada tiga tahun terakhir, namun jumlah anggota KUD di Sumut mengalami penurunan yang sangat tajam.
Pada tahun 1997, jumlah KUD di Sumut mencapai 344.465 anggota. Namun pada tahun 2006, jumlahnya menurun drastis hingga 74,9%. Jumlah anggota KUD di Sumut pada tahun tersebut hanya mencapai 86.461 anggota saja. Apabila diperhatikan lebih mendalam, rata-rata jumlah anggota KUD di Sumut juga mengalami penurunan yang sangat besar. Pada tahun 1997, rata-rata jumlah anggota KUD mencapai 623 orang, kemudian menurun menjadi 156 orang per KUD.
Apabila kita telaah pemikiran Bapak Koperasi Indonesia, Muhammad Hatta, yang menginginkan koperasi petani (KUD) harus menguasai pusat-pusat perbelanjaan sehingga petani sebagi produsen dapat menjual langsung kepada konsumen dengan harga relatif murah dan juga koperasi dapat memasok sendiri keperluan petani untuk produksi dengan harga yang murah pula, maka keadaan KUD saat ini sangat jauh dari cita-cita tersebut. Fungsi dan peran KUD dalam memberdayakan perekonomian masyarakat desa seolah terputus dalam mata rantai ekonomi kerakyatan.
Akibatnya, banyak petani saat ini tidak berminat untuk menjadi anggota dan tidak berharap KUD dapat membantu menyejahterahkan mereka. Penyebab KUD tidak lagi menjadi gantungan petani antara lain akibat berubahnya peran koperasi sejak sepuluh tahun terakhir. Sebelum krisis moneter, pemerintah memegang peranan penting memosisikan KUD dalam proses produksi dan pascapanen hasil pertanian seperti beras.
Apabila kita telaah pemikiran Bapak Koperasi Indonesia, Muhammad Hatta, yang menginginkan koperasi petani (KUD) harus menguasai pusat-pusat perbelanjaan sehingga petani sebagi produsen dapat menjual langsung kepada konsumen dengan harga relatif murah dan juga koperasi dapat memasok sendiri keperluan petani untuk produksi dengan harga yang murah pula, maka keadaan KUD saat ini sangat jauh dari cita-cita tersebut. Fungsi dan peran KUD dalam memberdayakan perekonomian masyarakat desa seolah terputus dalam mata rantai ekonomi kerakyatan.
Akibatnya, banyak petani saat ini tidak berminat untuk menjadi anggota dan tidak berharap KUD dapat membantu menyejahterahkan mereka. Penyebab KUD tidak lagi menjadi gantungan petani antara lain akibat berubahnya peran koperasi sejak sepuluh tahun terakhir. Sebelum krisis moneter, pemerintah memegang peranan penting memosisikan KUD dalam proses produksi dan pascapanen hasil pertanian seperti beras.
Ketika reformasi berlangsung, pemerintah hanya disibukkan agenda reformasi di bidang politik, sementara kebijakan ekonomi terutama pertanian lebih banyak diserahkan mengikuti kehendak pasar bebas. Salah satu contohnya adalah pupuk, dahulu penyaluran pupuk dikendalikan KUD, dan KUD diharuskan membeli gabah petani untuk suplai ke Bulog. Sekarang, penyaluran pupuk diserahkan ke distributor. KUD tidak lagi mampu membeli gabah atau beras petani karena ketiadaan dana dan tidak lagi bermitra dengan Bulog.
Sementara itu, perkembangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di Sumut cukup menggembirakan. Koperasi ini mengalami pertumbuhan yang cukup mengesankan dalam 10 tahun terakhir. Jumlah dana yang terhimpun meningkat lebih dari 10 kali lipat. Pada tahun 1997, jumlah yang dihimpun hanya Rp151,2 miliar sedangkan pada tahun 2007, jumlahnya mencapai Rp1,8 triliun.
Namun dari segi kemampuan dalam menghimpun dana untuk setiap koperasi, ternyata mengalami gejolak yang cukup tinggi. Empat tahun pertama, ketika krisis ekonomi berlangsung, jumlah rata-rata dana yang dihimpun oleh per KSP mengalami penurunan hingga 30,1% yakni dari Rp3,5 miliar menjadi Rp2,4 miliar per koperasi setiap tahunnya. Mulai tahun 2002 jumlah dana yang dapat dihimpun meningkat hingga 13,7 miliar. Akan tetapi, jumlah dana yang dihimpun kembali menurun pada tahun 2003 hingga 2006. Pada tahun 2006 jumlah dana yang berhasil dihimpun sekitar Rp12,7 miliar per koperasi.
Ø Ancaman
Ada beberapa ancaman yang dapat muncul pada perkembangan koperasi di Sumut ke depan. Pertama, timbulnya sikap skeptis di masyarakat terutama pada petani di pedesaan bahwa koperasi dapat menolong perekonomian mereka hilang, sehingga eksistensi koperasi tidak perlu dipertahankan. Kedua, ketidakberdayan koperasi dalam menghadapi persaingan di pasar bebas akibat kelemahan di berbagai aspek seperti permodalan, pengelolaan dan kewirausahaan. Ketiga, ketidaktersediaan infrastruktur yang memadai seperti listrik, yang dapat mengancam kegiatan produksi koperasi.
Ø Peranan pemerintah
Untuk mengembangankan koperasi di Sumut, peranan pemerintah dalam pembinaan koperasi yang perlu untuk dilaksanakan antara lain: Pertama, pemberdayaan kelembagaan dalam semua aspek sehingga perangkat pengurus dapat menjalankan fungsi dengan baik. Kedua, peningkatan kemampuan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan-pelatihan di bidang kewirausahaan agar pengurus mampu melakukan inovasi usaha. Ketiga, memberikan bantuan permodalan agar koperasi dapat bersaing dengan jenis usaha lainnya, termasuk juga memberikan pelatihan manajemen keuangan. Keempat, memperluas kemitraan baik sesama koperasi maupun dengan lembaga lainnya seperti BUMN dan juga pengusaha-pengusaha lainnya (Pratomo, 2008).